Pakta integritas adalah sebuah dokumen yang dirancang untuk mendukung penerapan tatakelola yang baik, khususnya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Banyak organisasi di lingkup pemerintahan termasuk badan usaha milik negara/daerah yang mewajibkan jajaran manajemen dan pengawas, karyawan, dan penyedia barang serta jasanya untuk menandatangani pakta integritas. Untuk mengajukan pinjaman pun, sebagai bagian dari persyaratan GCG, debitur harus menandatangani pakta integritas.
Pembuatan pakta integritas didasari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah (Permen PANRB 49/2011). Pasal 1 butir 1 Permen PANRB 49/2011 menerangkan bahwa dokumen pakta integritas adalah dokumen yang berisi pernyataan atau janji kepada diri sendiri tentang komitmen melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Permen PANRB 49/2011 ini merupakan peraturan pengganti dari SE/06/M.PAN/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas.
Secara umum, pakta integritas mendokumentasikan pernyataan individu baik secara perseorangan maupun sebagai perwakilan resmi dari sebuah institusi bahwa individu/institusi tersebut berjanji untuk:
berperan secara proaktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan KKN, serta tidak melibatkan diri dalam perbuatan tercela;
tidak meminta atau menerima pemberian secara langsung atau tidak langsung berupa suap, hadiah, bantuan, atau bentuk lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
bersikap transparan, jujur, obyektif, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas;
menghindari benturan kepentingan;
memberi contoh kepatuhan terhadap peraturan perundangan;
akan menyampaikan informasi penyimpangan integritas yang diketahui; dan
bila melanggar, akan siap dengan konsekuensinya.
Permen PANRB 49/2011 juga telah megatur mengenai pengawasan pelaksanaan pakta integritas, yaitu
Pengawasan yang dilakukan oleh Forum Pemantau Independen, yang pembentukannya diprakarsai oleh Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, serta beranggotakan unsur-unsur yang mewakili Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi atau tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dan dunia usaha. Dalam menjalankan fungsinya, forum ini berhak mendapat informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pakta integritas sepanjang sesuai dengan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Evaluasi di lingkungan Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang harus dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
Tidak banyak informasi publik yang beredar di dunia maya apabila kita ingin mengetahui aktivitas dan hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh Forum Pemantau Independen maupun evaluasi yang dilakukan secara mandiri pada institusi di lingkungan Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Mungkin ini tidak termasuk kategori informasi publik. Apakat tepat Forum yang pembentukannya diprakarsai oleh institusi yang diawasi juga merupakan pertanyaan.
Berdasarkan informasi publik yang tersedia di situs KPK, setiap tahunnya terjadi peningkatan tindak kasus pidana (TKP), ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya pelaporan dari publik meningkat, aktivitas penyelidikan meningkat, atau kombinasi keduanya. Sejak Pakta Integritas diwajibkan, jumlah TPK tidak menurun atau konstan, namun tetap meningkat.
Seberapa efektifkah sebuah pakta integritas?
Secara konsep, pakta integritas sangat baik. Namun, pakta integritas hanya sebuah dokumen. Pelaksana proses adalah manusia. Pakta integritas tidak dapat berdiri sendiri dan dianggap sebagai obat mujarab (panacea) dari perilaku koruptif.
Dokumen hanyalah dokumen. Tanpa peningkatan integritas manusia yang menjalankan proses, baik itu proses kerja harian, proses pengawasan, maupun proses penindakan, maka pembuatan pakta integritas tidak bermanfaat seperti yang diharapkan. Hanya menjadi sebuah seremonial dan pemenuhan checklist dan administratif saja.
Membangun integritas melalui budaya dan governance
Bila kita ingin sungguh-sungguh, maka benahilah dulu dasarnya yaitu lingkungan pengendalian atau control environment organisasi kita.
Ada beberapa hal yang dapat membantu integrity building. Lakukan self-assessment untuk melihat apakah hal-hal dibawah ini telah tersedia di organisasi kita? Bila sudah, sejauh manakah kematangan penerapannya?
Proses pengawasan terkait integritas dan penerapan etika bisnis;
Penyimpangan dapat ditemukan dengan tepat waktu, dan respon (baik itu pemberian sanksi dan pembenahan proses bisnis terkait) dilakukan dengan segera;
Keberadaan whistleblowing channel yang mudah diakses, dan pengaduan penyimpangan dapat dilaporkan bukan hanya oleh internal namun juga oleh eksternal organisasi, serta penerima laporan tersebut merupakan pihak independen;
Keaktifan para pimpinan perusahaan/insititusi dalam mengajak seluruh karyawan untuk melaporkan penyimpangan dan menjamin kerahasiaan pelapor;
Sistem manajemen risiko dan pengendalian internal, serta fungsi audit internal merupakan aspek penting dalam organisasi dan dilakukan penilaian berkala atas efektivitasnya;
Pimpinan organisasi menjadi contoh perilaku anti KKN;
Kebijakan dan prosedur sumber daya manusia (SDM) mendukung organisasi untuk memiliki sistem pengendalian internal yang baik, misal antara lain: tidak memberikan promosi kepada karyawan yang melakukan penyimpangan etika bisnis dan integritas, screening rekrutmen dengan benar, pelaksanaan evaluasi kinerja yang berimbang dan mendukung kemajuan karyawan yang memang kompeten.
Bila hal-hal diatas dilakukan dengan baik, akhirnya budaya yang baik itu juga akan terbentuk menjadi budaya organisasi, dan orang-orang didalamnya akan mengikuti budaya tersebut, sehingga penguatan integritas akan bersifat sistemik.
Pembenahan yang diperlukan adalah pembenahan yang jujur dan bukan hanya untuk polesan, serta harus didukung oleh keinginan untuk menjadi organisasi yang lebih baik.